baiklah--mungkin ini sudah pernah reader baca. akan tetapi saya membuat sebuah *sebanyak lebih tepatnya* revisi dan mengubah jalan ceritanya. karena ini seharusnya jatuh pada karangan saya yg berjudul "the unsinkable" akan tetapi karena ide saya ngalor-ngidul dan melahirkan trailer ini. tiba tiba saja saya menjadi khilaf tetang revisi pada karya sendiri *halah*
yaudah monggo mawon dipuntingali :)
yaudah monggo mawon dipuntingali :)
....
Ini bukan sebuah kisah yang sederhana. Kisah yang
entah dimana bermula. kisah yang entah dimana akan berakhir. Kisah yang tak disengaja
menginjak garis awalan. Kisah yang tidak tahu bagaimana cara mengakhirinya.
Aku sudah berjuang semampuku untuk melupakanmu. Aku
tahu mustahil untuk melupakan seseorang yang sudah pernah menghabiskan hari
harinya hanya bersamaku. Seseorang yang pernah berjuang bersamaku. Namun, aku
tetaplah seorang pria yang lemah. Pria dengan ego nya sendiri. Pria yang ingin
mencoba melupakan wanita nya. sekalipun tahu bahwa itu tidak mungkin, tapi aku
tetaplah pria dengan sifat munafiknya.
Malam itu. Alunan musik jazz terdengar samar ditelinga. Mencoba menerima dan mencerna apa yang baru saja ia dengar. Itu tidak terdengar seperti musik yang biasa didengar. musik itu terdengar sedikit berbeda. Sedikit lebih istimewa. Suara itu. Aku tetap terpaku pada suara itu. Suara yang mencoba mengembalikan ku kedalam masa lalu yang tak berarah. Suara yang mencoba menarikku kembali kedalam jurang masa lalu. Suara yang tiba tiba membuatku kembali kedalam mimpi dan ditenggelamkan bersama angan dan kenangan yang mungkin tidak akan pernah kudapatkan kembali. Aku mencoba untuk tetap berdiri dan tidak meratapi apa yang sedang terjadi. Aku mencoba untuk tetap tegar meski aku akan tahu kenyataannya menyakitkan. Tapi, siapa yang peduli? ketika rasa sakit itu mungkin saja justru bisa mengobati luka hati yang telah lama coba kututupi sendiri?
Malam itu. Alunan musik jazz terdengar samar ditelinga. Mencoba menerima dan mencerna apa yang baru saja ia dengar. Itu tidak terdengar seperti musik yang biasa didengar. musik itu terdengar sedikit berbeda. Sedikit lebih istimewa. Suara itu. Aku tetap terpaku pada suara itu. Suara yang mencoba mengembalikan ku kedalam masa lalu yang tak berarah. Suara yang mencoba menarikku kembali kedalam jurang masa lalu. Suara yang tiba tiba membuatku kembali kedalam mimpi dan ditenggelamkan bersama angan dan kenangan yang mungkin tidak akan pernah kudapatkan kembali. Aku mencoba untuk tetap berdiri dan tidak meratapi apa yang sedang terjadi. Aku mencoba untuk tetap tegar meski aku akan tahu kenyataannya menyakitkan. Tapi, siapa yang peduli? ketika rasa sakit itu mungkin saja justru bisa mengobati luka hati yang telah lama coba kututupi sendiri?
Ketika aku teringat secara tiba tiba. Kejadian dua
tahun lalu yang membuatku tenggelam dalam angan dan mimpi semu hingga sekarang.
Aku masih dengan jelas dapat mengingat wajahnya. Wajah yang ketika itu memucat
pasi. Dengan senyum yang terlihat jelas menyembunyikan sebuah rasa sakit. Aku masih
menatap elektrokardiograf itu dengan cemas. Menatap iba seorang wanita yang sudah lima tahun ini
menjalani hidupnya denganku. Aku tetap mencoba untuk tersenyum didepannya, aku
tak mau terlihat lemah. Sekalipun ia tidak melihatku saat ini. Airmata itu
menetes juga. Aku menggenggam telapak tangannya yang terasa sangat dingin dan
kaku. Tak berkata apapun kecuali memanggil namamu untuk kembali.
“kembalilah, sayang...”
Kalimat itu terus kuucap berharap Tuhan pun mendengarnya.
Dan memintamu kembali di sisiku. Namun, sepertinya umat manusia yang
memanjatkan doa dan permintaan terlalu banyak hari itu. Sehingga Tuhan tidak
mendengarku. Dan membiarkanmu sampai ke tempat itu. Tempat dimana kita tidak
akan pernah bertemu lagi. Tempat yang mungkin bisa kau sebut sebagai ‘rumah’.
Namun aku bahagia. Karena kau akhirnya diselamatkan dari siksa dunia ini.
Karena kau akhirnya disudahkan dari segala eluhanmu. Dan kau tidak akan pernah
protes bahwa mereka telah menyiksamu dengan alat alat berbau obat itu. Aku
memahamimu. Aku mendengarkan setiap ceritam. Dan sekarang, aku mulai merindukan
itu. Namun, aku tidak boleh. Karena seharusnya aku cukup bahagia karena kau
harusnya lebih bahagia. Kembali kepada keabadian. Kembali pada kedamaian. Tunggu
aku. Tunggu aku. Aku tidak akan pernah melupakanmu sampai kita bertemu. Lagi.
Dan malam itu. Aku dikejutkan dengan alunan musik jazz
itu. Lebih tepatnya aku kembali dikejutkan dengan kehadiranmu. Kehadiran wanita
yang selama ini kucoba untuk lupakan. Aku tahu ini sebuah kesalahan. Apa aku
mengingkari janjiku tentang tidak akan melupkanmu hingga kita bertemu? Apakah
kau datang untuk menagih janji itu? Atau kau kembali untuk pulang? Aku fikir
kini kau sudah pulang, sayang. Kau hanya perlu tinggal diam dan menungguku
untuk kembali juga. Kembali ke tempat itu. Tempat dimana kau meninggalkanku.
Tapi, kenapa kau justru datang dan membuatku berfikir. “apakah kau benar benar
sudah kembali kerumah?”