apakah kalian sudah membaca ulasan tentang Dazzling Ruby? Belum? Hah? jadi kalian nggak kepo sama cewe cewe cantik yang jado coverdance ini? serius? chek dulu gih di http://sparklekyusa.blogspot.com/2014/07/dazzling-ruby.html *promo teroos*
and now, saya author gaje yang suka nya nge post cerita tapi nggak pernah kelar ini,akhirnya berhasil nge post suatu tulisan pengalaman pribadi *naudzubillah* yang berhasil di-fiktif fiktif kan nih... *halah* *haha*
happy reading sista~ :* #digampar
***
...
...
aku
belum benar benar bangun dari bunga tidurku. Saat itu aku meraba kasur untuk
mendapati ponselku. Melucuti penutup mata dan mencoba untuk sadar sementara
waktu. Dering teleponku masih terus berbunyi sampai akhirnya suara diseberang
sana menyadarkanku.
“sudah tidur?”
Aku tidak menjawab. masih berusaha mengumpulkan
kesadaranku.
“halo..apa kamu disana?”
Aku berdehem pelan.”ada apa?”
Sangat dingin malam itu. aku yang selalu dengan sengaja
tidak menutup jendela kamar akhirnya menutupnya. Suasana pun menghening.
Setelah kutanya ada apa dia tak menjawab. Aku meng-halo nya sekali lagi. Dia
juga tidak menjawab.
“aku akan menutupnya..”sebenarnya aku tidak benar benar
ingin menutupnya,mengingat yang menelepon ku adalah seorang bocah laki laki
yang menjadi incaran semua perempuan di sekolah. Termaksud aku. Mungkin.
“jangan…” akhirnya dia bersuara.”aku ingin mengatakan
sesuatu. Mau mendengarnya?”
Aku mengiyakannya.
“dengan satu syarat,jangan putus kalimatku sampai aku
selesai bicara..”
Lagi lagi. Aku mengiyakannya.
“aku menyukaimu. Aku memintamu jadi pacarku. Aku..”
“ha?” mendengar kalimat pertamanyapun membuatku mati
kutu. Tidak bisa menahan suara
akibat ekspresi terkejutku.
“aku bilang jangan memutusnya. Kemudian, kita akan
berpacaran dalam waktu yang tidak ditentukan. Lama. Harus dalam waktu yang
sangat lama. Kita akan berjanji untuk saling menyayangi dan menjaga”
Aku masih membeku mendengar kalimatnya. Aku bahkan
mempercayai ini sebagai bagian dari mimpiku. Aku tidak menjawabnya. Barang kali
aku benar benar hanya bermimpi, jadi aku
tidak terlalu terjatuh dengan rasa
sakit dan kecewa.
“apa kau setuju?” suaranya kembali membuatku terdiam.
Mati kutu.
Kini dia mendehem pelan dan memastikan aku masih
mendengar suaranya. Aku benar benar bingung harus mengatakan apa setelah ini.
“oke. Kau tidak mengatakan apapun.aku anggap kau
setuju. Selamat malam. Lanjutkan tidurmu”
Kemudian sambungan telepon itu terputus…
Aku gila. Aku benar benar gila.
***
Pagi itu aku terlambat masuk sekolah.seperti biasanya,
masuk kelas saat pelajaran kedua dan harus megikuti sidang di kantor kesiswaan.
Mengisi buku kelakuan nakalku dan mendapat poin tambahan lima puluh. Aku sudah
memperkirakannya, kalau aku terlambat dua kali lagi, jelas aku akan dikeluarkan
dari sekolah.
Dengan bermalas malasan aku menyeret tas ranselku
ditanah. Benar benar tidak memiliki mood untuk mengangkat dan meletakkannya
dipunggung sekalipun. Sampai tiba tiba dari arah depan seseorang menghamiriku.
aku tidak yakin dia siapa karena bodohnya aku lagi aku meninggalkan kacamataku
dirumah. Orang itu berjalan mendekatiku dan mengambil tasku. Aku hanya ingin
berteriak saat itu. karena saat dia berada kurang lebih dua meter dariku,aku
menyadari bahwa dia adalah, Dimas. Bocah kurang kerjaan yang hadir dalam
mimpiku semalam dengan penuh kejutan. Entah mimpi atau bukan. Aku tidak benar
benar yakin.
“seharusnya aku menelponmu tadi pagi,” suaranya
terdengar lebih berat daripada di telepon.
“ah, kenapa harus menelepon?” jawabku asal.
Dia tidak meresponnya. Tapi, tunggu dulu. Kenapa dia
masih disini dan membawakan tasku? Apakah tentang yang tadi malam itu bukan
mimpi? Aku benar benar tidak bisa mengontrol pikiran dan hatiku yang sedang
berantakan saat ini. Berantakan seperti kamar orang malam pertama. *krik..krik..kriuk..*
*skip*
“nanti pulang sekolah aku tunggu didepan gerbang, aku
anter kamu pulang ya?”
Dan akupun tidak sanggup menjawab pertanyaan yang sudah
terjawab itu. aku hanya memberikannya senyuman super manisku saat sudah sampai
didepan kelas. Lalu dia meninggalkanku begitu saja seperti tidak terjadi apa
apa.
Tunggu dulu.dia sekelas denganku, dan dia bersikap
seperti itu?apa apaan ini?
Aku berjalan menuju mejaku. Setelah meminta maaf kepada
guru yang sudah masuk atas keterlambatanku. Begitu juga denga Dimas. Aku duduk
dibarisan pertama disaat dia duduk dibarisan terakhir. Sangat ingin duduk
didekatnya jika keadaannya seperti ini.aku tidak ingat siapa posisiku sekarang,
akan tetapi hanya saja hati ini sedang seperti taman dengan bunga bunga yang
bermekaran.
***
Kami, aku dan Dimas bersepakat untuk tidak membongkar
soal hubungan kami didepan teman teman sekolah. Walaupun pasti sudah ada beberapa
mulut yang mulai menyebar gossip. Tapi kami tetap berusaha menjaga hati para
penggemar Dimas disekolah. Sebenarnya dia bukan flower boy seperti yang ada di
drama korea. Akan tetapi, permainan basket, badannya yang bidang dan motor
cowoknya yang sudah pasti memikat gadis cabe disekolah. Tunggu. Apakah aku baru
saja membicarakan diriku sendiri?aku kan juga terpikat. Huft.
Tiga hari hubungan kami baik baik saja. Seperti pacaran
anak SMA pada umumnya. Hanya saja,malam itu Dimas mengajakku untuk bertemu dan
mengenalkanku pada teman teman clubnya. Semacam club pecinta otomotif dan balapan.
Mataku benar benar berat alias mengantuk. Tapi apa boleh buat, setidaknya aku
harus mau meluangkan waktuku untuk membuat Dimas senang. Walaupun itu pukul
satu malam.
Aku tidak berencana turun dari motor saat sampai
disana. Tapi itu tidak mungkin. Aku akan babak belur jika berusaha duduk diatas
motor besar tanpa Dimas berada didepanku. Teknisnya, dia tidak mengijinkanku
untuk tidak turun. Menyebalkan sekaligus menakutkan. Tak asing aku mencium bau
rokok dan minuman keras disana. Aku juga melihat Dimas menyalakan gulungannya
pertamanya malam itu yang baru saja ia rampas dari temannya. Aku hanya diam.
Tidak berusaha berkomentar. Aku hanya berusaha menjadi pacar yang baik dan
tidak over protektif. Kalo dia seorang perokok, mau bagaimana lagi? Dia sudah
merokok sejak sebelum berpacaran denganku, dan aku tidak punya hak untuk
mengubahnya kecuali dia mau.
Aku hanya tersenyum tipis didepan teman temannya yang
tidak berhenti mengepulkan asap. Jangan lupakan beberapa wanita dengan rok mini
atau hotpants disana,yang tidak habis habisnya memandangiku dengan tatapan
membunuh. Dan beruntung masih da salah satu diantara mereka yang masih mau
berkenalan denganku dengan kalimat perkenalan yang sangat manis dan tidak bisa
kulupakan.
“hai, aku Debi. Jadi sekarang Dimas sudah menemukan
pelacurnya yang baru? Gadis manis yang malang”
Ucapnya tanpa memikirkan perasaanku. Dia masih dengan
tega menjabat tanganku diiringi tawa semua teman temannya. Dimas merangkulku.
Membuatku sedikit lebih tenang saat itu, tapi juga terlecehkan”
Dimas berbisik ditelingaku. Dia mencoba membuatku tenang dan menurunkan
kadar emosiku saat itu.
***
Perjumpaan pertamaku dengan teman temannya memang tidak
meninggalkan kesan yang baik. Akan tetapi,entah kenapa Dimas tidak henti
hentinya mengajakku untuk ikut bergabung dengan mereka.
Malam itu Dimas tidak membawa motornya. Dia mengendarai
Terios hitam. Aku memutuskan untuk tingagal didalam mobil dan berencana untuk
tidur disaat Dimas bergabung dengan pestanya. Walaupun sebenarnya aku tetap
berharap, dia akan tetap memaksaku untuk turun dengan alasan tidak tega kalau
harus meninggalkanku sendirian. Tapi sayangnya, dia bukan laki laki seromantis
itu. dia benar benar meninggalkanku didalam mobil. Kalau saja aku bisa
mengendarainya, aku sudah beride gila untuk membawanya kabur dan pulang
kerumah. Sayangnya itu hanya ide gila yang tidak didukung dengan kemampuanku.
Dari dalam mobil, walaupun cukup samar karena aku tidak
menggunakan kacamata maupun softlens aku masih tetap bisa membedakan Dimas
dengan teman temannya. Kaos warna merah membuatnya sedikit lebih mencolok
disbanding teman temannya yang larut dalam balutan jaket kulit atau kaus
berwarna gelap. Aku mengamatinya. Hanya bisa mengamatiya tanpa mengetahui
apapun.
***
Kemarin malam, saat perjalanan pulang aku pura pura
tertidur. Aku merasa Dimas berusaha membangunkanku, tetapi aku tetap tidak
menggubrisnya. Sebenarnya itu hanyalah caraku agar kabur dari pembicaraan. Aku
mencoba untuk menahannya sendiri dan tidak menuntut apapun.
Sekarang, aku menenggelamkan tubuhku dibawah selimut.
Aku sedang tidak badan. otakku pun ikut tenggelam dalam banyak pikiran. Sempat
terfikir tentang---menyudahi saja hubunganku dengan Dimas. Toh tampaknya dia
tidak benar benar serius denganku. Toh dia mempunyai dunia yang mungkin lebih
menyenangkan ketimbang bersamaku. Dan seharusnya aku cukup bahagia dengan
duniaku sendiri juga.
Terlalu banyak berfikir, aku hampir saja melupakan
kelas dance. Aku tergabung dalam sebuah grup dance sejak beberapa tahun yang
lalu. Disana adalah hidupku. Karena dance, sudah lama melekat dan menjadi salah
satu cara aku bertahan hidup. Dimas meneleponku menawarkan jemputan. Aku
mengiyakannya. Sampai ditempat, ia menungguku kurang lebih empat jam. Sedikit
tidak tega sebenarnya. Dan benar saja, ia menuntut balas budi atas hal itu.
“billiard dulu ya?” Tanya Dimas langsung saat aku baru
saja keluar dari ruang latihan.
Aku hanya mengiyakannya. Entah kenapa aku selalu
menuruti permintaannya.
Sesampainya disebuah club billiard aku bermalas malasan
turun dari mobil. Dan nampaknya Dimas menyadarinya. Ia mengambil tanganku dan
menggandengnya. Aku membiarkannya.
“kamu capek?” Tanya Dimas tanpa melihatku. Aku hanya
meliriknya sinis.
“kalo kamu capek seharusnya kamu bilang dari tadi..”
Aku berdehem pelan. Dasar bodoh, seharusnya dia
mengerti kalau aku sangat kelelahan. Bukannya dari tadi dia yang menungguiku
latihan dance selama berjam jam. Laki laki gila.
“yaudah enggak apa apa. sudah
sampai sini,main saja”
Sontak kalimatku membuat Dimas bertambah semangat. Aku
sudah mempersiapkan hati dan mentalku setelah ini. Akan ada gadis gadis dengan
rok mini yang akan mengelilingi Dimas dan teman temannya. Juga akan ada asap
rokok, beer dan suara music yang memekakan telinga. Aku menghela napas panjang.
Aku memilih-bukan, lebih tepatnya aku membiarkan diriku sendiri menjadi
kepunyaan Dimas malam beberapa hari yang lalu, dan aku harus menerima
konsekuensinya. Disamping mengorbankan hati yang terus terusan disakiti, juga
harus menerima dengan lapang dada akan label yang diberikan orang orang setelah
ini. Cewek murahan. Aku sudah pernah mendengarnya dari mulut salah seorang
teman yang mungkin kini dia membenciku karena ini.
Kini aku berada disudut ruangan. Memandangi Dimas yang
sedang tenggelam didalam dunianya. Bersama lintingan rokok dan gadis gadis itu.
saling memaki kemudian tertawa bersama teman temannya. Dia tampak lebih bahagia
seperti itu.ketimbang jalan bersamaku, dia selalu lebih diam. Dingin. Kaku.
Menyebalkan. Dan hal itu selalu berhasil membuatku kembali berfikir,apakah dia
benar benar menginginkan aku?
Tidak banyak yang aku lalui bersama Dimas setelah beberapa
minggu ini. Memang kita hampir selalu bertemu setiap harinya, tapi yang aku
lakukan selalu sama. Menunggu. Menunggu. Menunggu dan merasa kesepian. Aku
tidak tahu apa yang sebenarnya ada di otak Dimas saat dia jalan denganku.apakah
dia benar benar menganggapku ada sebagai pacarnya? Atau dia hanya
mempermainkanku? Barangkali dia hanya menganggapku sebagai pacar “ada-adaan”.
Entahlah aku sendiri tidak tahu apa maksudnya. Tapi cukup bagiku. Aku memang
menyukai Dimas. Sikapnya yang keras, bahasanya yang tak jarang kasar,
perilakunya yang buruk. dia begitu sempurna dimataku. Aku tidak pernah berusaha
mulai menjauh darinya. Terfikirkan untuk putus pun tidak pernah. Entah setan
apa yang merasuki ku sehingga aku seperti ini. Sebodoh ini.
Setelah mengenal sedikit lebih jauh tentang Dimas.
Sempat berfikir dengan tabiatnya yang seperti itu,apakah ia akan meminta
sesuatu yang lebih padaku? Dia memang banyak memberikan materi padaku. Disaat
aku hanya bisa memberikan kesabaran dan ketabahan hati menerimanya.apakah suatu
hari nanti dia akan meminta sesuatu yang “lebih” dariku? Apakah dia akan
menuntut bukti cintaku padanya?
Dan, malam itu pun datang. Aku dan Dimas baru saja menyaksikan
sebuah acara balapan mobil liar pada pukul 2 pagi tadi. Di tengah kota. Aku
suka menikmati udara malam atau menjelang pagi seperti ini. Aku melirik jam
diponselku. Pukul setengah empat pagi. Sudah terlalu pagi untuk tidur,mengingat
pukul tujuh nanti aku sudah harus berada di sekolah. Aku hanya terkantuk
disamping Dimas yang masih terfokus pada jalanan.
“kamu ngantuk?” Tanya Dimas tiba tiba meyadarkanku.
Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan. Aku
hanya berdehem pelan.
“bolos aja yuk?”
Ajakannya itu justru membuatku tersadar. Aku meliriknya
sebentar kemudian berfikir. Sebenarnya itu bukan ide yang terlalu buruk. “mau
kemana emang?”
“tidur” jawabnya singkat.
Kemudian aku tersadar kalau mobil yang dikemudikan
Dimas sedang tidak berada dijalur yang benar untuk mengantarku pulang.
“sepertinya kamu salah ambil jalan,kita harus memutar
kalau lewat sini”
Dimas hanya tersenyum.
Aku mulai bingung dan timbul rasa khawatir. “mau
kemana?”
Dimas melirikku. “tidur”
“kamu jangan gila ya..” jantungku mulai berdetak tak
beraturan.aku takut. Sangat ketakutan. Aku memang mencintai Dimas,tapi bukan
seperti ini.aku seperti tahu apa yang dia maksud sekarang.aku hanya tidak
berani memberontak saat ini.
Dimas memarkirkan mobilnya sembarangan didepan sebuah
rumah.aku tidak mengenal itu rumah siapa. Dimas hanya memintaku turun dan
segera masuk kedalam. Aku menurutinya. Aku mengekornya dari belakang. Dia masuk
kedalam sebuah kamar yang cukup luas dan bersih. Kasurnya dibalut seprei
berwarna hitam dan bedcover berwarna abu abu. Dindingnya berwarna putih dengan
beberapa wallpaper dengan corak daun berwarna hitam. Sangat mistis kesan yang
ditimbulkan didalam kamar ini.
Aku meletakkan tasku sembarangan diatas sebuah meja
rias. Kemudian memandangi pantulan diriku dicerminnya yang cukup besar.aku
melepas cardigan yang membalut tubuhku sejak tadi. Dari pantulan cermin aku
melihat Dimas mendekatiku. membantuku melepas cardiganku dan memelukku tiba
tiba dari belakang. Kepalanya ditenggelamkan diatas pundakku. Aku tidak bisa melihat
wajahnya. Aku sedang mencoba mencerna apa yang akan terjadi.aku pikir aku
terlalu polos saat itu. dan baru sadar setelah aku merasa ada aliran panas yang
menjalari tubuhku dari punggung hingga kaki. aku berusaha menyingkir dari Dimas
tapi tenagaku tidak cukup kuat. Dia mendorong tubuhku keatas kasur. Dengan
wajah bengisnya dia seakan mencoba melompat kearahku dan ingin segera
memakanku. Dengan posisi seperti itu aku tidak bisa berbuat apa apa. dia
menciumku dengan panas. Kemudian aku mencoba berteriak dan berusaha kabur dari
situ sesegera mungkin.
***
Aku terkejut dengan dering ponselku sendiri. aku belum
benar benar bangun dari bunga tidurku. Saat itu aku meraba kasur untuk
mendapati ponselku. Melucuti penutup mata dan mencoba untuk sadar sementara waktu.
Dering teleponku masih terus berbunyi sampai akhirnya suara diseberang sana
menyadarkanku.
“sudah tidur?”
Aku tidak menjawab. masih berusaha mengumpulkan
kesadaranku.
“halo..apa kamu disana?”
Aku berdehem pelan.”ada apa?”
Sangat dingin malam itu. aku yang selalu dengan sengaja
tidak menutup jendela kamar akhirnya menutupnya. Saat itu juga aku menyadari
sesuatu,orang gila mana yang menelponku
pukul dua malam. Suasana pun menghening. Setelah kutanya ada apa dia tak
menjawab. Aku meng-halo nya sekali lagi. Dia juga tidak menjawab. Kemudian aku
mulai mengumpulkan kesadaranku lagi dan mencoba mengingat apa yang baru saja
terjadi. Aku baru saja tertidur sejak jam 5 sore tadi setelah kelelahan
latihan. Aku mengecek kembali layar ponselku. Dimas. Ada apa dia menelponku jam
segini?
“aku akan menutupnya..”sebenarnya aku tidak benar benar
ingin menutupnya,mengingat yang menelepon ku adalah seorang bocah laki laki
yang menjadi incaran semua perempuan di sekolah. Termaksud aku. Mungkin.
“jangan…” akhirnya dia bersuara.”aku ingin mengatakan
sesuatu. Mau mendengarnya?”
Aku mengiyakannya.
“dengan satu syarat,jangan putus kalimatku sampai aku
selesai bicara..”
Aku tidak asing dengan kalimat itu. aku pernah
mendengarnya disuatu waktu tapi aku tidak benar benar yakin. Tapi entah apa
yang membuatku tiba tiba tersadar dan ingin segera mengakhiri pembicaraan itu.
“maaf Dimas, aku tidak bisa menerimamu. Aku tidak cukup
kuat untuk menahan rasa sakit yang akan kamu berikan padaku secara bertubi
tubi.aku memang menyukai sisi misteriusmu tapi aku sudah tahu sisi lainmu, sisi
yang bahagiamu namun juga menjadi sisi terburukmu. Aku sudah cukup lelah dengan
apa yang baru saja aku alami.aku tidak mau mengalaminya dua kali. Selamat
malam”
Aku menutup telponnya. Ada rasa bersalah terbesit dalam
pikiranku.
Tapi setelah itu aku juga merasa lega karena bisa kabur dari
kenyataan yang mungkin akan menyakitiku. Aku turun dari ranjang dan berjalan
menuju dapur. Mengambil segelas air putih dan kembali kekamar.
Syukurlah. Walaupun aku tidak benar benar yakin tentang
apa yang sebenarnya akan terjadi setidaknya aku mempercayai sebuah pertanda.
...
-selesai-
yahh..akhirnya setelah sekian lamamenganggurkan blog ini dengan update-an yang super gaje,saat ini anda baru saja membaca tulisan *yang gakkalah gaje* yang ide ceritanya muncul begitu saja dikala author lavar karena puasa~ *hiks* *elapingus*
makasih sudah membaca..RCL ne :*